Budaya di Kalimantan Selatan Upacara Adat Maccera Tasi

Salah satu upacara budaya di Kalimantan Selatan yaitu Upacara Adat Maccera Tasi. Upacara Adat Maccera Tasi adalah sebuah upacara tradisional dalam masyarakat nelayan yang ada di Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah ada sejak berabad-abad lama dan tetap dilakukan hingga sekarang secara turun temurun dalam kurun waktu setahun sekali. Dalam upacara ini, akan dilakukan penyembelihan hewan seperti kambing, ayam, atau kerbau di kawasan pantai. Lalu darah dari hewan tersebut akan dialirkan atau dilarungkan menuju ke laut. Tujuannya adalah memberikan darah untuk kehidupan yang ada di laut sehingga mereka akan mendapatkan rezeki yang berlimpah dari laut. Meskipun tradisi ini hampir sama dengan tradisi di daerah lain, tapi upacara ini memiliki hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat. Sebelum dilakukan upacara ini, dilakukan dulu upacara lain yaitu Tampung Tawar. Upacara ini dilakukan untuk memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hari selanjutnya, dilakukan pelepasan perahu Barang yang membawa beberapa persembahan. Sesembahan ini dilepas ke laut secara beramai-ramai baik itu oleh suku Mandar, Bugis, maupun Banjar. Seluruh prosesi upacara ini melambangkan adanya keeratan serta kekeluargaan antar masyarakat. Selain upacara adat ini, biasanya akan diadakan juga hiburan kesenian daerah seperti hadrah, atraksi pencak silat, ataupun musik tradisional. Ada juga atraksi-atraksi lain seperti atraksi meniti tali yang dilakukan oleh suku Bajau.

Upacara Pemakaman Yang Super Mengerikan

Endocannibalisme 

Mungkin ini ritual kematian terburuk yang pernah ada pengunjung Endocannibalisme Berasal dari bahasa Yunani Endo yang berarti “internal” atau “dari dalam” dan kanibalisme. Endocannibalisme adalah istilah yang menggambarkan praktik makan tubuh orang mati anggota dari suku atau kelompok sosial.

Praktik ini mungkin memiliki berbagai tujuan, termasuk usaha untuk menyerap karakteristik dan sifat-sifat almarhum, keyakinan bahawa dengan makan daging manusia ada regenerasi kehidupan setelah kematian, serta penggabungan roh orang mati ke dalam kehidupan keturunan, atau untuk memastikan pemisahan jiwa dari tubuh.


Beberapa suku di Amerika Selatan dan Australia dikatakan telah mempraktikkan ritual menyeramkan ini. Tapi banyak akademisi merasa endocannibalisme adalah tuduhan palsu dilemparkan oleh kolonial pada masa awal untuk mendapatkan alasan dominasi politik. Menurut antropolog Napoleon Changon, komuniti Yanomami di Amerika Selatan masih makan abu dan sisa tulang orang yang mati setelah di kremasi.

Ketika Yanomami meninggal, reaksi pertama dari suku-Nya adalah kemarahan yang tak terbatas. Suku yanomami beranggapan kematian anggota suku Yanomami adalah bukan fenomena alam, tapi disebabkan oleh roh jahat yang dikirim oleh seorang dukun dari suku bermusuhan. Kerana kepercayaan ini ada banyak perang suci di antara suku-suku Amazon.

Dalam menanggapi kematian mereka tidak serta merta langsung percaya bahawa tubuh tak bernyawa itu sudah kehilangan baterinya. Mereka mengadakan ritual menari dan menyanyi memanggil jiwa yang dianggap sedang tersesat diluar jasad. Mereka menari-nari disekitar api unggun dengan dihadiri oleh semua anggota suku. Tidak ada derai air mata yang ada hanyalah nynyian dan tarian serta panggilan nama si mati sepanjang

Namun, ketika semua upaya untuk menemukan jiwa gagal meninggal, mereka mulai menangis untuk almarhum. Pengunjung tangisan Pelayat terdengar di seluruh desa sampai tengah malam, dan kembali keesokan harinya pagi-pagi buta. Semua suku berduka untuk almarhum.

SUMBER